Minggu, 30 Oktober 2011

Meningkatkan Kecerdasan Anak dengan Olahraga

 Tieneke Ayuningrum
Lulusan Master Sensor Teknik, FH Karlsruhe, Jerman

Dua tahun yang lalu saat mengikuti malam pertemuan orang tua murid anak pertama kami yang baru masuk kelas satu SD, kepala sekolah mengimbau agar anak-anak pergi ke sekolah dengan berjalan kaki atau bersepeda.  Kepala sekolah menegaskan pentingnya bergerak bagi anak-anak dan menceritakan pengamatannya selama ini bahwa murid-murid yang banyak bergerak biasanya memiliki prestasi yang memuaskan di sekolah. Sebaliknya murid-murid yang terlihat sedikit bergerak berprestasi rendah di sekolah.

Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa tidak hanya pada anak-anak, tetapi juga pada orang dewasa bahwa malas bergerak menyebabkan otak tumpul. Olahraga juga merupakan obat terbaik dalam mengatasi penyakit-penyakit, seperti parkinson, alzheimer, ataupun depresi.

Sebelumnya telah diketahui bahwa kurang gerak atau olahraga dapat menyebabkan penyakit-penyakit, seperti peredaran darah kurang lancar, sakit punggung, diabetes, dan rapuh tulang. Saat ini hasil penelitian telah menemukan bahwa kurang olahraga juga menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan alat berpikir, seperti halnya dementia, atrophia pada otak, dan melemahnya kemampuan berpikir.

Saat tubuh dalam kondisi idle, oksigen yang mengalir ke otak akan berkurang dan hal ini memicu timbulnya penyakit-penyakit. Tolle (48 tahun), seorang neurolog asal Munich menyarankan kepada pasiennya yang sering mengalami migrain agar sering melakukan jalan kaki.

Setiap pekan berjalan kaki satu jam lamanya memiliki efek yang sama seperti seratus miligram betablocker, demikian katanya. Hollman (83 tahun), dari sebuah universitas jurusan olahraga di Koeln (Jerman) tidak percaya dengan literatur-literatur lama neurologi yang menyatakan bahwa kerja otot tidak memengaruhi organ atas seperti otak.

Ia dan teman-teman melakukan penelitian dengan 12 pemuda yang sehat. Setelah melakukan olahraga bersepeda, diketahui bahwa aliran darah ke bagian otak meningkat hingga 30 persen. Semakin bertambahnya aliran darah merangsang timbulnya pembuluh darah baru di bagian kortex, otak kecil, dan hippocampus.

Dengan munculnya pembuluh darah-pembuluh darah baru, sejumlah protein akan dikeluarkan oleh otak selama tubuh dalam keadaan aktif bergerak.  Banyak dari protein ini, seperti di tunjukkan dalam eksperimen dengan binatang, adalah faktor penumbuh yang bekerja seperti pupuk bagi otak.  Sebuah protein yang bernama BDNF menyebabkan tumbuhnya sel-sel syaraf baru pada hippocampus yang membantu otak menyimpan memori dalam jangka waktu panjang dan meminimalkan gegar otak.

Ronald Duman, seorang dokter syaraf dari Universitas Yale, menemukan bahwa tikus yang berlari di kincir, otaknya banyak memproduksi protein bernama VGF yang memperbaiki sambungan dari sel-sel syaraf dan bekerja secara pharmologis seperti halnya obat antidepresi. Penelitian dengan menggunakan alat Positron-Emission-Tomography juga menghasilkan penemuan bahwa di daerah otak yang bertanggung jawab mengolah emosi dan menekan rasa sakit, jumlah endorphine pada otak dalam tubuh yang bergerak berlipat ganda.

Seorang ilmuwan olahraga, Rod Dishman, dari Universitas Georgia di Athen, melakukan penelitian selama dua tahun lamanya pada 4.600 anak yang berusia 7-8 tahun dan menemukan bahwa mereka yang menurun aktivitas gerak atau olahraganya meningkat fase penyakit depresinya.

Mengingat pentingnya olahraga, maka membiasakan anak-anak untuk bergerak menjadi sesuatu keharusan.  Anak-anak yang memiliki energi yang sangat besar harus dibuang energinya secara positif dengan berbagai kegiatan olah tubuh.

Banyak hal yang dialami oleh orang tua zaman dahulu, seperti ke sekolah dengan berjalan kaki, mengikuti kegiatan-kegiatan olahraga seperti bersepeda, berenang, silat ataupun pramuka sebagai kegiatan ekstrakurikuler perlu kembali dilakukan. Kecenderungan para orang tua sekarang adalah hanya menekankan anak belajar duduk di meja ataupun membelikan mainan edukatif seperti puzzle dan melupakan pentingnya bermain dan bergerak bagi anak-anak, bahkan terkadang melarang anak-anak meloncat-loncat, memanjat, bergelayut. Adapun sebagian orang tua yang membiarkan anak-anak berlama-lama di depan televisi atau bermain game di depan komputer.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar